Umat Islam jadi korban kejahatan media-media sekuler dengan tuduhan intoleran dan radikal. Padahal adanya akibat karena ada sebab.
Warga
Pangukan, Sleman, Yogyakarta yang semula hidup aman, rukun dan damai tiba-tiba
resah dengan keberadaan Niko Lomboan, seorang Pendeta yang menjadikan rumahnya
sebagai Gereja. Hingga akhirnya terjadilah bentrok antara warga setempat yang
mayoritas muslim dengan jemaat Gereja pada saat penyegelan paksa rumah ibadah
liar hari Ahad (1/6/2014).
Berikut
kronologi kejadian tersebut, seperti disampaikan salah satu warga Pangukan
melalui surat kepada gemaislam.com, Rabu (11/6/2014) malam:
1.
Bangunan yang diklaim sebagai gereja pantekosta oleh pendeta Niko Lomboan sudah
disegel oleh pemda Sleman dari tahun 2012, pada Minggu pagi 1 Juni 2014 dibuka
segelnya oleh pendeta Niko (papan pengumuman dari pemda, bahwa ijin bangunan
tersebut tidak ada sudah dihilangkan paksa oleh pendeta Nico dari 2012).
Kemudian sekitar 10 – 15 orang (termasuk anak-anak juga dihitung) yang
mengatakan sebagai jemaat katanya melakukan misa.
2. Di berbagai media kemudian menulis bahwa jemaat yang datang ada 50-an orang. Memang benar ada sekitar 50-an orang lain lagi yang datang, tapi mereka tidak ikut misa. Orang-orang berkulit hitam dengan rambut keriting, memang pada datang ke bangunan yang diklaim sebagai gereja tersebut berdiri di luar bangunan. Mereka semua pasang wajah sangar.
3. Warga kemudian mendatangi bangunan yang diklaim sebagai gereja tersebut. Namun warga tetap tertib tidak melakukan perusakan apalagi pelemparan, meskipun orang-orang berkulit hitam dan berambut keriting yang bergerombol di halaman bangunan tersebut pasang mimic muka sangar dan gaya menantang, bahkan warga tidak memaksa menerobos masuk pagar. Warga hanya berdiri di jalan saja.
4. 3 orang warga masuk ke halaman bangunan yang diklaim pendeta Niko sebagai gereja tersebut, mereka bermaksud mengajak dialog pendeta Niko, tapi dihalang-halangi oleh orang-orang yang bergerombol di depan bangunan. Warga terus mencoba menyampaikan bahwa apa yang mereka lakukan dengan membongkar segel telah menyalahi aturan.
Warga kemudian menyampaikan usul agar setelah mereka berdoa, berdialog bersama warga, karena warga ingin menjelaskan status hukum bangunan tersebut kepada para jamaah pendeta Niko.
5. Warga kemudian menunggu di jalan depan bangunan dengan tertib. Bahkan ketika ada beberapa yang berteriak keras dan bernada provokatif ditegur oleh tokoh masyarakat pangukan sendiri, agar sabar menunggu sampai peribadatan mereka selesai.
2. Di berbagai media kemudian menulis bahwa jemaat yang datang ada 50-an orang. Memang benar ada sekitar 50-an orang lain lagi yang datang, tapi mereka tidak ikut misa. Orang-orang berkulit hitam dengan rambut keriting, memang pada datang ke bangunan yang diklaim sebagai gereja tersebut berdiri di luar bangunan. Mereka semua pasang wajah sangar.
3. Warga kemudian mendatangi bangunan yang diklaim sebagai gereja tersebut. Namun warga tetap tertib tidak melakukan perusakan apalagi pelemparan, meskipun orang-orang berkulit hitam dan berambut keriting yang bergerombol di halaman bangunan tersebut pasang mimic muka sangar dan gaya menantang, bahkan warga tidak memaksa menerobos masuk pagar. Warga hanya berdiri di jalan saja.
4. 3 orang warga masuk ke halaman bangunan yang diklaim pendeta Niko sebagai gereja tersebut, mereka bermaksud mengajak dialog pendeta Niko, tapi dihalang-halangi oleh orang-orang yang bergerombol di depan bangunan. Warga terus mencoba menyampaikan bahwa apa yang mereka lakukan dengan membongkar segel telah menyalahi aturan.
Warga kemudian menyampaikan usul agar setelah mereka berdoa, berdialog bersama warga, karena warga ingin menjelaskan status hukum bangunan tersebut kepada para jamaah pendeta Niko.
5. Warga kemudian menunggu di jalan depan bangunan dengan tertib. Bahkan ketika ada beberapa yang berteriak keras dan bernada provokatif ditegur oleh tokoh masyarakat pangukan sendiri, agar sabar menunggu sampai peribadatan mereka selesai.
6.
Aparat yang datang terus bertambah, juga bertambah jumlah orang berwajah sangar
memakai baju batik rapih yang kemudian bergabung dengan orang-orang berkulit
hitam dengan rambut keriting yang menutupi pintu bangunan.
7.
Pintu bangunan kemudian dibuka dari dalam, mereka bilang misa sudah selesai.
Dua orang warga kemudian masuk lagi ke halaman, mereka coba mengajak orang-orang
tersebut untuk “jagongan” dulu dan berdialog. Warga ingin menjelaskan posisi
hukum bangunan tersebut dengan cara dialog yang baik, tetapi mereka MENOLAK
dengan alasan mau pulang.
8.
Akhirnya karena mereka menolak diajak bicara, dan berkali-kali bilang alasannya
mau pulang, warga mempersilahkan mereka untuk pulang, karena gerbang segera
akan ditutup dan segel bangunan segera kembali dipasang. Tapi mereka malah
dengan berbagai alasan tidak segera pulang, tetap bertahan di dalam bangunan.
Warga sempat agak emosi, tapi oleh beberapa tokoh masyarakat berhasil diredam
(aparat hanya diam, merokok sambil makan snack).
9.
Akhirnya beberapa warga (tidak sampai 5 orang) masuk ke halaman bangunan dan
meminta mereka yang di dalam untuk segera pulang. Akhirnya meski prosesnya lama
mereka pun pulang, termasuk beberapa orang keriting berwajah sangar tersebut,
meski sebagian dari mereka masih ngotot bertahan disitu. Untung warga tidak
terpancing melakukan tindakan anarkis, meski misalnya beberapa dari orang-orang
sangar itu melewati warga mengendarai motornya dengan cara yang tidak simpatik
seperti misalnya dengan menggeber-geber gas berkesan menantang.
10.
Selang beberapa saat anak-anak muda dari FJI (Front Jihad Islam) datang ke
lokasi. Disusul dengan kedatangan 3 truk Brimob dan 1 truk satpol PP. Tidak ada
tindak kekerasan dilakukan oleh massa FJI, apalagi sebentar kemudian adzan
Dhuhur berkumandang.
11.
Semua warga bubar, termasuk massa FJI semua pada berbondong-bondong ke masjid.
Selesai jamaah, orang-orang masih duduk-duduk di masjid mengobrol, tiba-tiba
sudah ada beredar foto bahwa terjadi perusakan bangunan.
12.
Kelihatan sekali kemudian kalau pendeta Niko membonceng peristiwa ngaglik. Dulu
dia ngotot mengatakan bahwa bangunan itu adalah gereja, sampai dia memasang papan
nama gereja dengan mencantumkan nomer ijin yang ternyata palsu, bahkan
ketika ditegur pihak kepolisian agar mencopot papan tersebut, dia menantang
dengan memasang papan satu lagi disisi lain bangunan. Sekarang dia gencar
mengatakan bahwa itu rumah tinggal biasa, kenapa beribadah di rumah sendiri
dilarang, kelihatan sekali usaha dia untuk mendompleng. (bms)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !